Jendral Besar TNI Anumerta ini bernama Raden Soedirman dan lahir di
Bodas Karangjati, Purbalingga, Jawa Tengah. Raden Soedirman dilahirkan
di kota Purbalingga oleh pasangan wong cilik, kemudian diangkat oleh
pamannya yang merupakan seorang priyayi. Setelah dibawa pindah bersama
keluarganya ke Cilacap pada akhir tahun 1916, Jendral Sudirman tumbuh menjadi siswa yang rajin, beliau
juga sangat aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler, termasuk organisasi
pramuka bentukan organisasi Islam Muhammadiyah. Saat masih di sekolah
menengah, Jendral Soedirman telah menunjukkan kemampuan sebagai sosok
seorang pemimpin. Beliau juga sangat dihormati dalam masyarakat karena
taat pada agama Islam.
Setelah menyelesaikan pendidikan di sekolah guru, beliau menjadi guru di
sebuah sekolah rakyat milik Muhammadiyah pada tahun 1936. Karna
kepiawaian Sudirman akhirnya dia diangkat sebagai kepala sekolah.
Jendral Sudirman juga aktif dengan berbagai program Muhammadiyah lain,
termasuk menjadi salah satu pemimpin organisasi Pemuda Muhammadiyah pada
tahun 1937. Setelah pendudukan Jepang di Indonesia pada tahun 1942,
Sudirman terus mengajar. Pada tahun 1944, Sudirman memutuskan untuk
bergabung dengan angkatan Pembela Tanah Air (PETA) yang disponsori
Jepang sebagai pemimpin batalyon di Banyumas. Saat menjadi perwira PETA,
Sudirman berhasil menghentikan sebuah pemberontakan yang dipimpin
anggota PETA lain, tetapi akhirnya Ia ditahan di Bogor.
Setelah proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945,
Jendral Sudirman dan tahanan lain melarikan diri. Beliau kemudian pergi
ke Jakarta untuk bertemu langsung dengan Presiden Soekarno.
Di Jakarta, Sudirman ditugaskan oleh Presiden untuk mengurus penyerahan
prajurit Jepang di Banyumas. Setelah menerima amanat ini, Jendral
Sudirman mendirikan salah satu cabang Badan Keamanan Rakyat (TKR).
Dengan merampas senjata-senjataa dari tentara Jepang, pasukan yang
dipimpin oleh Sudirman ini dijadikan bagian dari Divisi V 20 Oktober
oleh panglima sementara Oerip Soemohardjo dan Jendral Soedirman
dijadikan panglima dari divisi tersebut.
Tepat pada tanggal 12 November 1945, Jendral Sudirman terpilih dalam
suatu pemilihan Panglima Besar TKR yang diadakan di Yogyakarta. Saat
menunggu konfirmasi, Jendral Sudirman memimpin suatu serangan terhadap
pasukan Sekutu di Ambarawa. Keterlibatannya dalam Palagan Ambarawa
membuat dirinya semakin di masyarakat luas. Beliau akhirnya
dikonfirmasikan sebagai panglima besar pada tanggal 18 Desember 1945.
Dalam tiga tahun berikutnya, Jendral Sudirman menyaksikan
ketidakberhasilan negosiasi dengan pasukan kolonial Belanda, pertama
setelah Persetujuan Linggajati dan Persetujuan Renvile yang
pada saat itu mengakibatkan Indonesia harus menyerahkan wilayah yang
diambil oleh Belanda pada Agresi Militer I. Ia juga menghadapi
pemberontakan dari dalam, termasuk suatu percobaan kudeta pada tahun
1948.
Pada tanggal 19 Desember 1948, beberapa hari setelah Jendral Sudirman
pulang dari rumah sakit, pemerintah Belanda meluncurkan Agresi Militer
II, suatu usaha untuk menduduki ibu kota di Yogyakarta. Meskipun banyak
pejabat politik mengungsi ke kraton, Sudirman bersama sejumlah pasukan
dan dokter pribadinya menuju ke arah selatan dan melakukan perlawanan
gerilya sepanjang tujuh bulan. Awalnya mereka diikuti oleh tentara
Belanda, tetapi kecerdikan dari Jendral Sudirman membuat tentara Belanda
tidak mampu mengikuti pasukan dari Jendral Sudirman dan setelah itu
beliau mendirikan markas sementara di Sobo, dekat Gunung Lawu. Di Sobo
inilah, Sudirman dan pasukannya menyiapkan taktik untuk Serangan Umum
pada tanggal 1 Maret 1949, yang akhirnya serangan ini dipimpin Letnan Kolonel Soeharto.
Setelah serangan tersebut, Belanda mulai mengundurkan diri pada bulan
Juli 1949, Jendral Sudirman dipanggil kembali ke Yogyakarta. Meskipun ia
hendak mengejar pasukan Belanda, ia dilarang oleh Soekarno. Karena
kelelahan setelah berbulan-bulan bergerilya. Ditambah lagi penyakit
tuberculosis yang diderita Soedirman kambuh lagi, dan atas intruksi dari
Presiden Soekarno, Ia memutuskan untuk pergi ke Magelang guna
beristirahat memulihkan keadaannya.
Tak lama setelah ini, tepat pada tanggal 29 Januari 1950, Jendral Besar
Sudirman akhirnya meninggal dunia di Magelang, Jawa Tengah karena sakit
tuberkulosis parah yang dideritanya sejak lama. Beliau dimakamkan di
Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara di Semaki,
Yogyakarta. Selain itu, Ia dinobatkan sebagai Pahlawan Pembela
Kemerdekaan dan pada
tahun 1997, Jendral Sudirman mendapat gelar sebagai Jenderal Besar Anumerta(Jendral dengan
bintang lima). Pangkat Jendral bintang lima ini hanya dimiliki oleh tiga Jenderal besar RI
sampai sekarang yaitu: Haji Muhammad Soeharto (Presiden Kedua RI), Abdul Haris Nasution dan Jendral Sudirman.
Meninggalnya Jendral Besar Sudirman membuat semua Rakyat
Indonesia berduka cita dan sangat sedih ditinggal Jendral Besar mereka.
Untuk menghormati semua jasa beliau, bendera merah putih dikibarkan
setengah tiang di seluruh Nusantara dan ribuan orang Indonesia mengikuti
dan berduyun-duyun untuk menyaksikan pemakaman Jendral Besar Pertam RI
ini. Sampai sekarang pun Jedral Soedirman sangat disegani di Indonesia.
Taktik erang gerilyanya yang diterapkannya dianggap sebagai asal usul
semangat Tentara Nasional Indonesia. Tak hanya itu, untuk menghargai dan
menghormati perjuangan Jendral Besar Sudirman, Gambar Jendral Sudirman
ditampilkan pada uang kertas Rupiah keluaran 1968, dan namanya
diabadikan dihampir semua jalan-jalan protokol kota-kota besar di
Indonesia, museum, dan monumen. Dan tepat pada tanggal 10 Desember 1964,
Jendral Besar TNI Anumerta Sudirman dinyatakan sebagai Pahlawan
Nasional Indonesia.
Referensi : http://www.biografi-tokoh.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar